Direktur LPPM Universitas Gunung Rinjani, Lalu Nurul Yaqin, Ph.D, dalam FGD terkait potensi porang, Rabu (20/7), karena potensi itu pihaknya mencoba mengidentifikasi potensi budidaya porang di Kabupaten Lombok Timur: Memetakan wilayah existing dan potensi lahan budidaya melalui konsep integrasi data dari instansi terkait dan pelaku budidaya.
Selain itu, menganalisis prospek budidaya porang di Kabupaten Lombok Timur; Mengkaji prospek budidaya porang dari segi ekonomi dan finanasialnya. Pun menyusun strategi pengembangan budidaya porang di Kabupaten Lombok Timur; Memberikan rekomendasi untuk pembuatan kebijakan terkait pengembangan budidaya tanaman porang.
“Pengembangan tanaman porang sangat penting dilakukan diantaranya karena tanaman tersebut potensi ekonominya cukup tinggi. Hal tersebut akan sangat membantu dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat,” katanya pada FGD yang dihadiri 40 peserta tersebut.
Menyitir Provinsi Jawa Timur, Yaqin memaparkan bahwa tanaman porang di sana bahkan sudah menjadi salah satu jenis hasil hutan bukan kayu (HBBK) unggulan provinsi.Porang yang dikembangkan di hutan negara di Madiun juga menunjukkan hasil ekonomi tinggi.
“Hasil produksi tanaman porang bukan saja dijual di dalam negeri juga telah diekspor. Misalnya, ekspor produksi porang pada periode Januari hingga July 28, 2020 tercatat sebesar 14.568 tons dengan nilai Rp 801,24 milyar,” ungkapnya.
Mengingat potensi produksi porang yang tinggi maka dalam rangka pengembangan tanaman porang, pemerintah mengalokasikan lahan untuk budidaya tanaman porang pada tahun 2020 seluas 17.886 ha di 6 provinsi, yaitu di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, NTT dan Sulawesi Selatan (Rahayuningsih 2020).
Peluang bisnis porang masih sangat terbuka mengingat kebutuhan untuk memenuhi ekspor porang ke China, Jepang, Austria, Srilanka, Malaysia, Korea, Newzeland dan Italia mencapai 10.000 ton/tahun, sementara sampai dengan saat ini hanya sekitar 4.000 ton/tahun yang mampu terpenuhi. Dari aspek usaha tani, porang cukup memberikan keuntungan bagi petani.
Dengan teknologi budidaya yang sederhana, kata Yaqin, petani hanya melakukan penanaman sekali diawal mulai proses budidaya, selanjutnya bibit porang akan tersebar dalam kawasan budidaya sehingga tugas petani hanya melakukan penyiangan dan panen.
Ia mengemukakan Kabupaten Lombok Timur memiliki potensi sumberdaya alam berupa lahan hutan kemasyarakatan (HKm) yang pada proses pengelolaannya diserahkan atau diberikan kepada masyarakat, dengan durasi izin pengelolaan untuk masing-masing HKm yakni selama 35 tahun.
“Hasil observasi menunjukkan bahwa dalam melakukan pembinaan kepada petani khusnya petani porang belum maksimal baik petani yang ada di pinggir hutan maupun yang ada di tegalan. Budidaya porang memerlukan proses penanganan yang baik mulai dari seleksi bibit, proses penanaman, pemanenan, sampai pascapanen,” paparnya